kisah hati yang mengganjal dalam keseharian di kejauhan dari mereka...
Liburan panjang saya bilangnya sudah habis. Ini tandanya
berarti semua mahasiswa yang sudah jatuh tempo masuk harus kuliah seperti
biasanya. Bertemu dengan teman-teman sejadwal dan teman baru. Saya tidak bisa membayangkan
apa yang akan terjadi besok pada kuliah perdana semester 2. Yang pasti saya
berharap akan mendapatkan kenyamanan saat belajar dan kenal dengan mereka
semua.
Dibalik liburan yang telah usai ini, sebenarnya saya masih
menyimpan satu hal yang belum terjadi. Ini saya anggap merupakan hal penting
dalam hidup saya tetapi saya bukanlah tokohnya. Melainkan sebagai saudara yang
seharusnya peduli. Yap. Saudara saya ada yang mau nikah. Dia perempuan bukan saudara kandung
saya. Hanya kedua Ibu kami bersaudara di mana Ibu saya adalah kakak dari Ibu
saudara saya. Sedangkan hubungan saya dengan saudara saya tidak tahu.
Maklumlah, dalam perihal keturunan yang turun temurun aku tidak begitu hafal. Nah,
makanya saya balik ke Malang ini ada perasaan salah dan tentunya mengganjal
hatiku. Saya terpaksa tidak bisa menghadiri hari pernikahannya pada hari Rabu
besok. Yang saya pikirkan, mengapa liburannya tidak sampai tanggal 19 Februari
seperti fakultas lain dan bahkan universitas lain? Saya juga heran, mengapa
hari pernikahannya bukan pada waktu saya masih liburan? Ini siapa yang salah?
aku tidak bisa menyalahkan semua orang. Tidak juga kepada mereka. Tetapi, aku
lah yang merasa salah.
Saya harus memilih di antara dua pilihan. Dan ini sangat
membingungkan. Keduanya sama-sama penting. Kondisi sekarang ini saya berada di
Malang yang berarti saya tidak bisa hadir dalam pernikahan. Misalnya saya
memutuskan untuk tetap berada di rumah, menghadiri pernikahan Saudara saya,
maka saya harus membolos tiga hari kuliah. Tiga hari kuliah saya bolos, apa
kata teman-teman saya. Saya tidak membayangkannya. Pasti mereka memikirkan saya
juga. Kalau bolos tiga hari sangat sayang, bukan? Apalagi itu hari-hari awal
kok sudah bolos. Jadi saya rasa ini keputusan yang tepat meskipun ada ganjalan
dalam hati saya.
Saya sudah berada di Malang. Maka dari itu, saya harus
melepaskan semua beban yang mengganjal hati saya. Buat apa jika kita memang
tidak bisa mengahdirinya tetapi merasa penyesalan. Saya yakin pasti ada cara
lain sebagai penggantinya. Dan saya juga sudah menemukannya. Saya bisa mengirim
paket kado sebagai pernikahan mereka. Ya, ini memang pilihan yang tepat. Saya
juga sudah merencanakan kado apa yang akan saya berikan. Ini rahasia.
“Selamat menikah untuk saudara saya. Semoga dengan pernikahan
itu, kalian bisa menjadi keluarga yang mawaddah warrahmah, rezeki dilancarkan,
dan selalu harmonis. Maaf saya tidak bisa menghadiri pernikahan kalian. Tetapi,
saya bakal memberi suatu kado sebagai gantinya saya tidak bisa menghadiri
pernikahan kalian.”
Murdiati & Yosep Ginanjar Yuswanto
Menikah hari Rabu, tanggal 13 Februari 2013