Semangat Senyum Syukur | Everything in this world are good for us |

Kamis, 02 Februari 2012

Cerpen Kisah Nyata

tag: cerpen ini di ambil dari kisah nyata teman saya hehe      

Mengejar Kaca di Pekarangan
            “Huh, pusing banget hari ini. Capek pula. Mana Ibu malah pergi. Mending tidur aja kalau gini!” ucap Endah yang baru saja pulang sekolah. Dia segera merebahkan badannya di kasur yang cukup empuk. Hal tersebut membuatnya dengan cepat terlelap dan telah berhiaskan mimpi-mimpi yang menyelimutinya.

          Ibunya Endah yang bernama Bu Lastri sedang ada rapat Ibu-Ibu PKK di balai desa Panjer, Kebumen. Di sana para Ibu-Ibu sedang membahas masalah peran Ibu dalam desa yang mereka bisa lakukan. 


          Sore hari sekitar jam 17.25 WIB, hari mulai menampakkan awan yang agak hitam berbentuk seperti bulu-bulu ayam. Hawanya juga panas. Yang menurut kebanyakan orang pertanda bahwa sebentar lagi hujan akan turun. Untung saja Bu Endah sudah pulang tadi jam lima sore sehingga tidak kehujanan. Hujan sudah mulai turun dengan cukup derasnya. Karena suaranya yang keras itu, membuat Endah terjaga dari tidurnya dan langsung mengomel kepada Ibunya yang sedang memasak di dapur untuk makan malam nanti. Endah segera menuju dapur dan langsung bicara kepada Ibunya, “Ibu, Ibu, kenapa tadi nggak bangunin aku sih Bu? Aku kan belum sholat ashar”, ucapnya dengan nada kesal.
          Si Ibu hanya tersenyum mendengar jawaban anaknya yang sudah besar meski baru duduk di kelas 3 SD.
          “Iya sayang, Ibu tadi lupa mau bangunin. Ibu juga baru saja pulang dari rapat di balai desa. Lagian, Endah tadi tidurnya nyenyak sekali. Ya sudah cepetan sana kamu sholat saja, mumpung masih ada waktunya.”
          “Hehe oke deh Bu, maafin Endah ya sudah ngomel tadi.”
          Si Ibu hanya menebarkan senyum saja kepada anaknya itu yang masih kecil. Kemudian, Bu Lastri segera melanjutkan memasaknya. Sementara Ayahnya Endah baru saja pulang habis ngajar di SD Negeri 1 Kebumen. Tampak keluarga yang bahagia yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan seorang anaknya yang perempuan.
          Malam harinya, hujan tambah deras saja sedari sore tadi. Hawa dinginnya semakin menusuk tulang terlebih jika tidak memakai jaket yang tebal untuk melindungi rasa dinginnya. Sebuah keluarga yang bahagia itu seperti biasanya selalu berkumpul bersama saling berbagi di ruang keluarga yang sederhana. Mereka saling bercanda satu sama lain. Hawa dingin yang tadinya begitu menusuk tulang, kini telah berubah menjadi suatu kehangatan tersendiri bagi keluarga tersebut. Hari semakin malam dan mereka sudah mulai tdur dengan nyenyaknya. Mimpi-mimpi yang indah dapat menjadi hiasan yang sudah lazimya dialami saat tidur.
          Kring….. kring….. kring….. Jam alarm yang selalu dipasangnya pukul 04.30 itu mebuat Endah tercengang sehingga jamnya diambil lalu dimatiannya alarm tersebut. Pukul setengah enam Endah baru bangun dari tidurnya, kemudian sholat, mandi, siap-siap sekolah, sarapan, dan berangkat sekolah dengan sepedanya tercinta ‘phoenix warna biru’. Endah segera meninggalkan rumahnya untuk sementara setelah berjabat tangan dan mencium tangan kedua orang tuanya.
          Hari pagi yang cukup dingin dan sejuk, membuat Endah melambatkan ayuhannya dan mulai menghirup-hirup udara pagi yang masih segar itu. Menurutnya kalau di siang hari nanti udara bakal sangat panas. Dia menghirup dengan kuatnya sedalam-dalamnya.
          Dari belakang agak jauh, tampak teman Endah yang bernama Dita sedang mengejar-ngejar Endah yang ada di depannya.
          “Hey Endah! Tunggu aku.” Teriaknya dengan cukup keras.
          Namun Endah tidak mendengarkan teriakannya Dita yang diucapkannya cukup keras. Ternyata Endah sedang menikmati udara pagi yang sangat sejuk tak seperti biasanya. Kemudian, Dita berteriak lagi dan lebih keras.
          “Endah, tungguin aku dong. Aku capek nih ngebut!” kata Dita yang terengos-engos tidak karuan karena mengejar Endah.
          Endah kaget ketika mendengar teriakan Dita dari kejauhan namun yang terus mendekatnya. Hamper saja Endah menabrak pohon mangga yang ada di depannya.
          “Eeehh iya iya ada apa to Dit?”
          “hah? Kok gitu sih. Jangan ngelindur woy. Aku capek banget nih ngejar-ngejar kamu tadi. Malah kamu tidak dengar suaraku. Jadi serak suaraku, kan?” ucapnya dengan nada tinggi karena kesal.
          “Eh maaf maaf, aku nggak bermasuk begitu kok. Aku kan tadi mang tidak mendengar kamu, orang aku lagi syik nikmatin udara seger ini makanya aku tidak tahu kamu kalau manggil-mangil aku. Maaf yaaa?” katanya dengan sendu yang masih dalam perjalanan ke sekolah.
          “Yuk ngebut cepetan, bentar lagi bel masuk nih. Lima menit lagi. Ntar nek telat kita pasti dihukum.”
          “Oke, ayok cepetan. Kita masih punya waktu sedikit kok, aku depan dulu ya, ayo kejar aku kalau bisa,” ejeknya ke Dita yang ada di belakang Endah.
          Dita yang tak mau kalah segera mengebut dengan cukup kencang. Karena saking kencangnya sampai-sampai Dita nabrak pagar yang ada di depan sekolah. Dita hilang kendali saat mengayuh sepedanya. Dita terjatuh dari sepedanya.
          “Aduuuh sakit banget ini, tolong… tolong…,” teriak Dita yang jatuh tadi. Teman-teman Dita segera berdatangan kea rah sumber suara. Endah yang mengetahui hal tersebut segera menolong Dita, teman karibnya. Karena sudah ditolong oleh Endah, maka teman-temannya segera berbalik ke kelas masing-masing.
          Untungnya Dita masih baik-baik saja. Hanya dia merasa pegal-pegal pada pantatnya. Dengan pelan Endah mengangkat badan Dita dan memangkukan tangan Dita ke pundak Endah.
          Bel berbunyi, tanda pelajarn segera dimulai. Endah dan Dita sudah berada di kelas. Semua siswa SD Negeri 5 Panjer segera mengikuti pelajaran hingga usai nanti pukul 13.00 WIB.
****
          Singkat waktu, bel bunyi telah berkumandang sebagai tanda pelajaran telah usai. Banyak siswa yang mulai meninggalkan sekolahnya dan pulang ke rumah. Namun ada juga sebagian siswa yang masih berada di kelas. Mereka sedang belajar kelompok, membersihkan kelas dan lain-lain. Semuanya sibuk dengan aktivitas-aktivitasnya masing-masing.
          Endah dan Dita segera mengemasi peralatan sekolahnya dan dimasukkan ke dalam tas. Dita minta izin bahwa dia ingin pergi ke toilet. Segera dia berlari ke toilet terdekat. Endah yang sedang mengemasi barang-barang di lokernya, tiba-tiba dia menemukan sesuatu yang berbetuk persegi dengan warna merah jambu. Itulah surat cinta dari seseorang yang tidak diketahui oleh Endah sendiri. Dalam benaknya Endah selalu berpikir siapa sebenarnya yang mengirim surat itu.
          Endah yang tidak mau tahu tentang surat itu, dia segera menaruh ke tas temannya yang bernama Melinda. Untung Melindanya sedang pergi sebentar sama temannya karena ada keperluan sebentar yang harus diselesaikannya. Endah menemukan tas Melinda dan menaruh surat berwarna merah jambu itu ke dalam tasnya tanpa sepengetahuan teman-temannya yang ada di dalam kelas tersebut. Beres. Endah segera mengemas kembali peralatan sekolah dan buku-bukunya yang tidak begitu banyak ke tasnya. Baru beberapa menit, Melinda sudah kembali ke kelasnya dan mulai mengemas buku-bukunya ke dalam tasnya yang bergambarkan beruang Teddy Bear berwarna cokelat. Maklum pada waktu itu, beruang Teddy Bear sedang tenar-tenarnya bagi anak-anak SD terutama di SD Negeri 5 Panjer, Kebumen.
          Melinda kaget bukan main. Di dalam tasnya, dia menemukan sepucuk surat yang tidak begitu besar berada di dalam tasnya. Siapakah gerangannya yang menaruh surat itu ke dalam tasnya? Pertanyaan itu memutar keras di pikiran Melinda. Akhirnya dengan percaya dirinya yang tebal itu, dia mengungkapkan apa yang barusan dia temukan ke teman-temannya. Sungguh tidak malu. Padahal itu berupa surat yang berwarna merah jambu.
          “Hey teman-teman, ada yang tahu tidak ini surat milik siapa? Atau siapa dari kalian yang manaruh surat ini ke dalam tasku?” tanyanya dengan keras dan menunjukkan surat yang berwarna  merah jambu itu ke teman-teman yang ada di dalam kelas mereka.
          “Aku tidak tahu tuh. Memangnya kapan kamu menemukan surat itu di tasmu?” jawab salah seorang temannya, Lucia, teman sebangku Melinda.
          “Baru saja aku temukan ini di dalam tasku. Sebelum aku keluar sebentar karena ada urusan, di dalam tasku tidak ada suratnya lho, tapi setelah aku balik, eh ada surat warnanya merah jambu pula, tegasnya dengan yakin.
          “Cie… cie… surat cinta itu kali, hahaha”, kata Endah yang pura-pura tidak tahu.
          “Apa-apaan kamu sih? Mana aku tahu kalau surat ini merupakan surat cinta. Belum aku buka sama sekali”, tegas Melinda ke Endah.
          “Hahahha percaya sama aku aja deh, pasti ada cowok yang suka sama kamu. Buktinya itu ngirim surat buat kamu”.
          “Enggak ih. Kamu jangan ngarang deh ya. Ih sebel aku sama orang yang ngirim surat ini ke aku”.
          Melinda yang tak kuat menahan emosinya gara-gara surat itu, akhirnya dia meremas-remas suratnya dan mambuangnya ke tempat sampah. Kemudian mengambil tasnya dan meninggalkan kelas. Pulang.
****

          Endah segera mengambil sepedanya di parkiran sendirian. Kali ini Endah pulang sendiri tanpa Dita yang biasanya menemaninya. Kebetulan Dita tadi setelah kejadian surat merah jambu itu, Dita dipanggil oleh gurunya untuk mengikuti bimbingan lomba nyanyi tunggal tingkat kabupaten. Endah dengan sedikit malas mulai mengayuh sepedanya pulang ke rumahnya.
          Setelah berjalan sekitar 10 menit, terlihat oleh Endah di belakangnya seorang cowok yang bernama Dimas agak jauh sedang mengejar-ngejarnya. Endah segera mengayuh sepedanya dengan lebih kiuat dari sebelumnya. Seperti kuda yang sedang berpacu di pantai Ambal yang ramai pada waktu liburan paska lebaran. Dimas yang tak mau kalah juga mengebut bahkan lebih cepat dari kuda yang seang berpacu. Dimas juga berteriak ke arah Endah dengan cukup keras.
          “Endah… Endah… pelanin sepedamu dong, aku mau bicara sebentar sama kamu. Ada perlu yang ingin aku sampaikan,” teriak Dimas agak keras.
          Endah mendengarnya namun tetap saja cuek dan tetap mengayuh sepedanya. Endah tidak mau tahu apa yang Dimas ingin katakan padanya.
          Dengan sangat kencang Dimas mengayuh sepedanya, kahirnya Dimas tepat berada di samping Endah. Dimas kemudian mengayuh lebih cepat sedikit dan di belokkan ke arah depannya sepeda Endah. Secara otomatis Endah mengerem sepedanya dengan kuat-kuat atau Endah menabrak Dimas yang ada di depannya.
          “Kamu aku panggil malah nggak berhenti”, ucap Dimas ke Endah dengan nada kesal.
          “Terus aku suruh ngapain?”, kata Endah dengan sinisnya.
          “Jangan gitu dong. Aku Cuma sebentar pengen ngobrol sama kamu tentang surat itu”.
          “Oh jadi surat itu dari kamu ya? Kenapa tadi nggak ngaku pas Melinda Tanya surat itu dari siapa?”.
          “Ya nggak mau lah. Kalau kamu yang tanya atau gimana baru aku mau njawab”.
          Endah semakin kesal kepada Dimas. Endah ingin segera pulang dan tidur. Tapi beberapa kali Endah mencoba, Dimas selalu saja menghalangi jalannya.
          “Mau kamu apa sih? Aku mau pulang nih. Uda sore, ntar aku dimarahin sama ibuku”, kata Endah dengan sedikit marah.
          “Ya bentar dulu lah, aku tanya kamunya cuek”.
          Endah yang sudah tidak kuat menahan amarahnya kepada Dimas, melemparkan salah satu sepatunya kea rah Dimas. Kemudian Endah dengan nekat berlari ke suatu pekarangan yang tidak jauh dari tempat itu dengan tujuan melarikan diri dari cengkeramannya Dimas. Dimas masih saja mengejar Endah seolah-seolah takut kehilangan Endah. Setelah beberapa puluh meter dan sudah di pekarangan yang agak kotor namun berumput, Endah tiba-tiba menjerit dengan kerasnya. Ada sesuatu yang menancap di kakinya saat berlari. Sesuatu yang mudah menancap di kaki. Sesuatu yang keras meruncing. Sesuatu yang bening. Merupakan bekas pecahan gelas. Ya itulah pecahan kaca dari gelas yang menancap cukup dalam di kaki Endah. Darah merah kental segera mengalir darinya dengan deras. Kakinya endah berdarah. Endah menangis tersedu-sedu menahan sakit. Endah tidak bisa berbuat apa-apa. Hening terhapuskan oleh suara tangisan Endah.
          Dimas yang  berada di lokasi tersebut hanya dia saja melihat Endah yang sedang kesakitan menahan pecahan kaca yang menancap di kaki Endah. Dimas seperti patung Liberty yang hanya berdiri tegak tanpa bergerak sedikit pun. Dimas tidak mempedulikan Endah yang seharusnya membutuhkan bantuan namun Dimas hanya diam saja. Dimas membiarkan Endah yang sedang kesakitan, padahal Dimas sangat menyukainya. Ini semacam cara apa? Seorang Dimas yang di depannya adalah orang yang begitu disukainya tetpai Dimas tidak melakukan hal apa pun. Kejam. Memalukan. Musnah lah kau Dimas! Seorang laki-laki yang tidak tahu diri.
          Karena tidak begitu kuat menghadapi sesuatu yang sedang dialaminya itu, Dimas lebih memilih meninggalkan Endah menahan rasa sakitnya pada kaki yang tertancap pecahan kaca. Endah hanya terdiam saja menangis dan tidak memandang apa pun apalagi Dimas.
          Tak lama kemudian setelah Dimas berlalu begitu saja datanglag seorang penduduk sekitar yang menghampiri bocah cilik itu setelah Ibu itu mendengarkan suara tangisan anak perempuan yang tak lain adalah Endah yang sedang menahan sakitnya di kaki. Tersebutlah Bu Iyem yang segera menolong Endah.
          “Kamu kenapa nak? Kakimu berdarah itu”, paniknya Bu Iyem kepada anak perempuan tersebut.
          Namun Endah hanya diam saja. Bahkan tangisannya justru lebih keras dari sebelumnya. Bu Iyem segera menenangkan anak perempuan tersebut. Hingga akhirnya tiba-tiba Endah berkata, “Kakiku tertancap pecahan kaca Bu tadi pas lagi lari di sekitar sini”, ujarnya dengan suara yang tersendat-sendat.
          “Oh kok Cuma sendirian nak? Mana teman-teman kamu?”.
          “Tadi aku dikejar sama anak laki-laki yang tidak tahu mau ngapain aku. Terus di sini kakiku tertancap pecahan kaca. Sakit sekali Bu”, kata Endar dalam tangisannya sambil menahan rasa sakitnya.
“Ya sudah mari Ibu bantu kamu berdiri ke rumah Ibu”.
          Kemudian Endah dipapang oleh Ibu Iyem dibawa kerumahnya untuk diobati pada kakinya. Sesampainya di rumah, kaki Endah segera dibersihkan dengan air bersih setelah diambil airnya di sumur. Selanjutnya kaki Endah dibalut dengan perban putih. Rasa sakit pada kaki Endah sudah mulai berkurang, namun Endah masih merasakan sedikit pegal-pegal pada kaklinya.
          “Ngomong-ngomong, nama kamu siapa nak?”, tanya Bu Iyem kepada Endah.
          “Namaku Endah Bu”.
          “Rumah kamu di mana nak Endah, biar nanti Ibu antar ke rumahmu”.
          “Rumahku di Panjer yang dekat dengan stasiun kereta api. Hmm iya Bu terima kasih saja buat penawarannya. Sekarang kaki Endah uda mendingan kok. Sepeda Endah juga cuma di situ, jadi biar nanti saya pulang sendiri dan membawa pulang sepedanya”.
          “kalau begitu, mari makan dulu nak. Kamu pasti lapar, bukan?” ajak Bu Iyem ke Endah.
          “Hehe Ibu ini baik banget ya. Terima kasih saja Bu. Lagian ini ya sudah sore. Nanti Ibuku marah aku pulang kesorean. Jadi, sekalian saya minta pamit mau pulang Bu. Terima kasih buat kebaikan Ibu yang Ibu lakukan kepada saya tadi”.
          “Iya nak, sama-sama. Hati-hati ya nak. Salam buat orang tuamu”.
          “Oke Ibu, assalamualaikum..”.
          “Wangalaikumsalam”.
                     
          Endah segera mengambil sepedanya di pekarangan kemudian diayuhnya sepeda dengan pelan-pelan.
****
          Sang Ibunya Endah tampak khawatir. Sudah jam 17.00 WIB putrinya belum kunjung pulang. Ibunya sering melihat-lihat sekitarnya barang kali Endah, anakna sudah kelihatan. Namun hasilnya nihil. Yang tampak hanyalah orang yang berlalu lalang saja pulang dan pergi. Karena sudah capek sedari tadi menuggu, beliau kemudian duduk di depan rumahnya dan berharap anaknya itu segera pulang.
          Beberapa saat kemudian, tampak seorang perempuan yang masih kecil masuk ke halaman rumah beliau. Ternyata dia adalah Endah, anaknya yang sudah dinanti-nanti menuggu pulang sekolah. Sang Ibu juga terlihat kaget ketika melihat kaki kirinya berbalutkan perban. Dia sangat khawatir dan segera menanyakannya kepada anaknya itu.
          “Kamu kenapa sayang? Kakimu itu kok diperban?”, tanyanya karena kaget melihat anaknya itu.
          “Anu tadi Bu, kakiku tertancap pecahan kaca di pekarangan dekat rumahnya Bu Iyem. Bu Iyem lah yang telah menolong Endah tadi Bu”, jelasnya kepada Ibunya.
          “Lho kok bisa begitu sayang? Siapa yang melakukan itu ke kamu nak?”.
          “Ceritanya ntar aja deh Bu, aku capek banget. Kakiku masih pegal-pegal Bu”.
          “Ya sudah sekarang mandi dulu, terus makan. Kamu lapar bukan? Makanannya sudah Ibu sediakan di meja”.
          “Iya iya Bu. Makasih yaa”, ucapnya sambil memeluk Ibunya. Kemudian Endah masuk ke dalam rumah. Sementara Ibu akan menyapu halaman rumahnya yang agak kotor karena banyak daun-daun yang jatuh.
          Malamnya Endah segera bercerita panjang mengenai kejadian tadi siang. Endah terlihat bersemangat bercerita hingga jam menunjukkan pukul 23.00 WIB. Semua anggota keluarganya juga sudah mulai mengantuk. Akhirnya semuanya ke kamar masing-masing dan tidur.
          Hari ini adalah hari Minggu. Hari yang menyenangkan bagi semua orang karena terlepas dari beban-beban yang biasa ditanggungnya seperti libur sekolah dan kerja bagi para pegawai. Kali ini Endah bangun telat dan tak seperti biasanya. Jam menunjukkan pukul 08.00 pagi. Pada jam itulah Endah baru bangun dari tidurnya. Ada yang salah dari salah satu anggota badan Endah ketika bangun tidur. Anggota badan itu sulit digerakkan. Rasanya sangat sakit. Kaki Endah yang ternyata bertambah parah. Kini kakinya membesar berwarna abu-abu kemerahan. Besarnya sebesar bola golf. Dilihat dari bentuknya seakan-akan mau pecah padahal baru beberapa hari. Mungkin benar, karena di dalam kakinya masih ada pecahan kaca yang menusuk kulitnya dan belum dibuang. Sehingga terjadi iritasi pada kakinya Endah. Endah sangat takut. Endah menangis dengan kerasnya. Kedua orang tuanya mendengar tangisan anaknya itu dan segera menuju ke kamar Endah memastikan kondisinya baik-baik saja. Kedua orang tua Endah justru sangat panik dan takut kalau anaknya nanti terjadi apa-apa.
          “Kaki kamu kenapa sayang? Itu kakimu membesar. Ibu takut kalau nanti bakal terjadi apa-apa dengan kamu”, kata Ibunya yang tampak khawatir.
          “Aku tidak tahu Bu. Baru bangun tidur tiba-tiba aku merasakan sakit pada kakiku”, ucapnya dengan tangisan.
          “Ya sudah biar Bapak panggilkan Dokter suruh ngecek keadaanmu sekarang”, kata Bapaknya Endah sambil berlari mengambil ponselnya dan menelpon Dokter agar datang ke rumahnya untuk merawat anaknya itu.
          “Bapak sudah panggil Dokter. Sebentar lagi dia datang. Jadi kamu jangan khawatir. Semuanya bakal baik-baik saja”, sang Bapakm menenangkan keadaan yang menyemaskan itu.
          Beberapa saat kemudian Dokter yang dipanggilnya itu telah datang. Kemudian dokter segera mengecek keadaan Endah pada kakinya.
          “Kaki anak Ibu ini telah mengalami infeksi pada bagian dalam kakinya di area sekitar luka. Kalau tidak ditangani secara medis, kemungkinan bisa menjalar ke bagian lainnya dan berpotensi bisa melumpuhkan kaki”, jelasnya Dokter kepada mereka setelah memeriksa keadaannya.
          “Hah, yang benar saja Dok? Jadi apa yang harus kami lakukan Dok? Kami sanggup mau membayar berapapun uang tapi yang penting tolong selamatkan anak saya!”, Ibu memohon dengan memelas kepa Dokter.
          “Lebih baik sekarang anak Ibu dibawa ke rumah sakit agar mendapatkan perawatan yang intensif. Dan nantinya kami bisa mngoperasi kaki anak Ibu yang terinfeksi”, kata Dokter dengan tenangnya.
          “Kalau begitu baiklah Dok. Terima kasih. Sekarang akan kami bawa ke rumah sakit”, ucap Bapaknya dengan sabar.
          Segera Endah dibawa ke rumah sakit Palang Biru Gombong dengan mobil milik Pak Dokter. Dikendarainya dengan hati-hati. Setelah setengah jam berada di dalam mobil, telah tiba di depan RS PKU Gombong. Endah diturunkan dipapah oleh Bapaknya. Sang Dokter tadi menunjukkan ruang untuk perawatan Endah. Dan kemudian berkata kepada Bapaknya Endah, “anak Bapak akan kami operasi nanti pada pukul 2 siang. Sekarang anak Bapak rilekskan dulu badannya. Tahan rasa sakitnya sebentar. Nanti saya akan suntikkan cairan pengurang rasa sakit pada kaki anak Bapak”.
          “Baiklah Dok. Terserah Dokter yang penting anak saya harus baik-baik saja”.
          Dokter meninggalkan ruangannya dan mengambil cairan tersebut. Kemudian disuntikkan pada pahanya. Sakit sekali. Sebuah jarum suntik membayanginya lagi. Dulu terakhir disuntik pada kelas 1 SD untuk pencegahan polio. Kini Endah sudah tidak merasakan sakitnya seperti tadi pada awalnya. Rasa sakitnya sudah berkurang. Kini Endah memikirkan bagaimana rasanya kakinya dioperasi. Sungguh keadaan yang mengharuskan dia melakukannya demi kesehatan kakinya itu.
          Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang. Berarti sebentar lagi kaki Endah akan dioperasi untuk menghilangkan pecahan kaca yang menancap di kakinya agar tidak tambah membengkak. Endah dibawa ke ruang khusus untuk operasi. Kaki Endah diberi semacam semprotan untuk mengurangi rasa sakitnya nanti ketika sedang dioperasi. Semprotan sudah di semprotkan ke kakinya. Peralatan operasi sudah disiapkan. Mulailah para Dokter mengoperasi kaki Endah.
          Sementara Bapaknya menunggu sampai proses pengoperasian berhasil. Ketika sedang getar-getirnya menuggu hasilnya, ponsel Bapakny Endah berbunyi tanda ada orang yang menelponnya yang ternyata adalah istrinya.
          “Assalamualaikum Pak”, salam dari istrinya di telepon.
          “Ya wangalaikumsalam”.
          “Gimana anak kita Pak? Endah baik-baik saja kan Pak? Aku khawatir sekali sama anak kita”.
          “Endah sedang dioperasi Bu. Doakan saja semoga nanti operasinya berjalan dengan lancar”.
          “Iya iya Pak. Aku akan selalu berdoa untuk kesembuhan anak kita tercinta”.
          “Baguslah kalau begitu. Ibu jangan khawatir ya, anak kita pasti akan sembuh nanti dan operasinya berjalan dengan lancar”.
          “Hmmm iya Pak. Nanti kabari Ibu ya Pak kalau proses operasinya sudah selesai”.
          “Iya Ibu. Assalamualaikum”.
          “Wangalaikumsalam”, Ibunya Endah menutup percakapan lewat telepon dengan Bapaknya.
          Sejam kemudian, proses operasi sudah selesai dilakuan. Operasi berjalan dengan lancar. Pecahan kaca yang ada di kaki Endah sudah hilang.
          “Gimana Dok dengan anak saya?”, tanya Bapaknya Endah kepada Dokter.
          “Puji syukur, proses operasi telah berjalan dengan lancar. Pecahan kaca juga sudah kami bersihkan. Kemungkinan seminggu ke depan, anak Anda sudah sembuh dan bisa berjalan kembali”, jelas Dokter kepada laki-laki paruh baya.
          “Alhamdullah. Lalu, kapan anak saya bisa dibaa pulang Dok?”.
          “Hari ini sudah bisa pulang. Tetapi tunggu beberapa jam kemudian sampai anak Bapak benar-benar bisa nyaman.
          “Oke Dok. Terima kasih banyak buat pertolongannya”.
          “Oh ya, Bapak juga sudah bisa menemui anak Bapak di dalam. Terima kasih”, Dokter meninggalkan Bapak itu dan Bapaknya Endah masuk ke ruang di mana Endah sedang memulihkan tenaganya.
          “Gimana nak? Kamu baik-baik saja kan?”, tanyanya Bapak dengan lembut.
          “Iya Pak. Endah tidak apa-apa. Endah hanya capek tadi pas lagi dioperasi.”
          Bapak segera member tahu kepada istrinya bahwa proses ioperasi sudah selesai dan berjalan dengan lancar.
****
          Dua minggu kemudian, Endah sudah benar-benar sembuh total dari luka pada kakinya yang menimpanya dulu. Kini Endah bia bersekolah kembali dan bertemu dengan teman-temannya di kelas nanti. Endah bisa bermain dengan leluasanya sebagaimana teman-temannya.
          Hari ini Endah masuk sekolah kembali setelah vakum beberapa minggu tidak masuk sekolah lagi. Teman-temannya mengucapkan selamat atas Endah karena sudah bisa berangkat sekolah lagi. Berbeda denagn Dimas, dia justru tersipu malu ketika melihat Endah. Endah yang melihat Dimas sepertinya masih menaruh benci mengingat dulu saat Endah tertancap pecahan kaca dan Dimas tidak membantunya sama sekali. Endah bersikap cuek kepada Dimas.
****

          7 tahun telah berjalan begitu cepat. Hari-hari yang indah maupun suram juga dilaluinya dengan gembira. Kini Endah sudah menginjak kakinya pada kelas X sma. Perilaku Endah kepada Dimas masih seperti 7 tahun yang lalu, tetap cuek. Padahal saat remaja ini, Dimas berusaha mendekatinya lagi. Namun apakah Endah mau dengan laki-laki yang tidak tahu diri, yang telah membawa Endah ke ruangan yang serba putih dan berceceran cairan merah? Jelas tidak demikian. Apa pun usaha yang dilakukan oleh Dimas, Endah tetap saja tidak mau. Endah hanya mau pada sebatas teman saja dan tak lebih. Endah akan melalui hari-hari yang indah dalam masa putih abu-abu. Akan banyak kejadian yang lebih menarik di masa sma-nya kini.
          Endah telah menjadi remaja yang belia yang banyak disukai oleh teman-temannya. Hari yang indah yang takkan terulang kembali. Maka Endah harus bersiap-siap menerima kejutan di masa putih abu-abunya. Keep smile J

@#$%#^*&*%$#@%

Cerpen Kisah Nyata Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Sukur Riswanto