tag: cerpen ini di ambil dari kisah nyata teman saya hehe
Mengejar Kaca di Pekarangan
“Huh, pusing banget hari
ini. Capek pula. Mana Ibu malah pergi. Mending tidur aja kalau gini!” ucap
Endah yang baru saja pulang sekolah. Dia segera merebahkan badannya di kasur
yang cukup empuk. Hal tersebut membuatnya dengan cepat terlelap dan telah berhiaskan
mimpi-mimpi yang menyelimutinya.
Ibunya Endah yang
bernama Bu Lastri sedang ada rapat Ibu-Ibu PKK di balai desa Panjer, Kebumen.
Di sana para Ibu-Ibu sedang membahas masalah peran Ibu dalam desa yang mereka
bisa lakukan.
Sore hari sekitar jam 17.25
WIB, hari mulai menampakkan awan yang agak hitam berbentuk seperti bulu-bulu
ayam. Hawanya juga panas. Yang menurut kebanyakan orang pertanda bahwa sebentar
lagi hujan akan turun. Untung saja Bu Endah sudah pulang tadi jam lima sore
sehingga tidak kehujanan. Hujan sudah mulai turun dengan cukup derasnya. Karena
suaranya yang keras itu, membuat Endah terjaga dari tidurnya dan langsung
mengomel kepada Ibunya yang sedang memasak di dapur untuk makan malam nanti.
Endah segera menuju dapur dan langsung bicara kepada Ibunya, “Ibu, Ibu, kenapa
tadi nggak bangunin aku sih Bu? Aku kan belum sholat ashar”, ucapnya dengan
nada kesal.
Si Ibu hanya tersenyum
mendengar jawaban anaknya yang sudah besar meski baru duduk di kelas 3 SD.
“Iya sayang, Ibu tadi
lupa mau bangunin. Ibu juga baru saja pulang dari rapat di balai desa. Lagian,
Endah tadi tidurnya nyenyak sekali. Ya sudah cepetan sana kamu sholat saja,
mumpung masih ada waktunya.”
“Hehe oke deh Bu, maafin
Endah ya sudah ngomel tadi.”
Si Ibu hanya menebarkan
senyum saja kepada anaknya itu yang masih kecil. Kemudian, Bu Lastri segera
melanjutkan memasaknya. Sementara Ayahnya Endah baru saja pulang habis ngajar
di SD Negeri 1 Kebumen. Tampak keluarga yang bahagia yang terdiri dari Ayah,
Ibu, dan seorang anaknya yang perempuan.
Malam harinya, hujan
tambah deras saja sedari sore tadi. Hawa dinginnya semakin menusuk tulang
terlebih jika tidak memakai jaket yang tebal untuk melindungi rasa dinginnya. Sebuah
keluarga yang bahagia itu seperti biasanya selalu berkumpul bersama saling
berbagi di ruang keluarga yang sederhana. Mereka saling bercanda satu sama
lain. Hawa dingin yang tadinya begitu menusuk tulang, kini telah berubah
menjadi suatu kehangatan tersendiri bagi keluarga tersebut. Hari semakin malam
dan mereka sudah mulai tdur dengan nyenyaknya. Mimpi-mimpi yang indah dapat
menjadi hiasan yang sudah lazimya dialami saat tidur.
Kring….. kring…..
kring….. Jam alarm yang selalu dipasangnya pukul 04.30 itu mebuat Endah
tercengang sehingga jamnya diambil lalu dimatiannya alarm tersebut. Pukul
setengah enam Endah baru bangun dari tidurnya, kemudian sholat, mandi,
siap-siap sekolah, sarapan, dan berangkat sekolah dengan sepedanya tercinta
‘phoenix warna biru’. Endah segera meninggalkan rumahnya untuk sementara
setelah berjabat tangan dan mencium tangan kedua orang tuanya.
Hari pagi yang cukup
dingin dan sejuk, membuat Endah melambatkan ayuhannya dan mulai menghirup-hirup
udara pagi yang masih segar itu. Menurutnya kalau di siang hari nanti udara
bakal sangat panas. Dia menghirup dengan kuatnya sedalam-dalamnya.
Dari belakang agak jauh,
tampak teman Endah yang bernama Dita sedang mengejar-ngejar Endah yang ada di
depannya.
“Hey Endah! Tunggu aku.”
Teriaknya dengan cukup keras.
Namun Endah tidak
mendengarkan teriakannya Dita yang diucapkannya cukup keras. Ternyata Endah
sedang menikmati udara pagi yang sangat sejuk tak seperti biasanya. Kemudian,
Dita berteriak lagi dan lebih keras.
“Endah, tungguin aku
dong. Aku capek nih ngebut!” kata Dita yang terengos-engos tidak karuan karena
mengejar Endah.
Endah kaget ketika
mendengar teriakan Dita dari kejauhan namun yang terus mendekatnya. Hamper saja
Endah menabrak pohon mangga yang ada di depannya.
“Eeehh iya iya ada apa
to Dit?”
“hah? Kok gitu sih.
Jangan ngelindur woy. Aku capek banget nih ngejar-ngejar kamu tadi. Malah kamu
tidak dengar suaraku. Jadi serak suaraku, kan?” ucapnya dengan nada tinggi
karena kesal.
“Eh maaf maaf, aku nggak
bermasuk begitu kok. Aku kan tadi mang tidak mendengar kamu, orang aku lagi
syik nikmatin udara seger ini makanya aku tidak tahu kamu kalau manggil-mangil
aku. Maaf yaaa?” katanya dengan sendu yang masih dalam perjalanan ke sekolah.
“Yuk ngebut cepetan,
bentar lagi bel masuk nih. Lima menit lagi. Ntar nek telat kita pasti dihukum.”
“Oke, ayok cepetan. Kita
masih punya waktu sedikit kok, aku depan dulu ya, ayo kejar aku kalau bisa,”
ejeknya ke Dita yang ada di belakang Endah.
Dita yang tak mau kalah
segera mengebut dengan cukup kencang. Karena saking kencangnya sampai-sampai
Dita nabrak pagar yang ada di depan sekolah. Dita hilang kendali saat mengayuh
sepedanya. Dita terjatuh dari sepedanya.
“Aduuuh sakit banget
ini, tolong… tolong…,” teriak Dita yang jatuh tadi. Teman-teman Dita segera
berdatangan kea rah sumber suara. Endah yang mengetahui hal tersebut segera
menolong Dita, teman karibnya. Karena sudah ditolong oleh Endah, maka
teman-temannya segera berbalik ke kelas masing-masing.
Untungnya Dita masih
baik-baik saja. Hanya dia merasa pegal-pegal pada pantatnya. Dengan pelan Endah
mengangkat badan Dita dan memangkukan tangan Dita ke pundak Endah.
Bel berbunyi, tanda
pelajarn segera dimulai. Endah dan Dita sudah berada di kelas. Semua siswa SD
Negeri 5 Panjer segera mengikuti pelajaran hingga usai nanti pukul 13.00 WIB.
****
Singkat waktu, bel bunyi
telah berkumandang sebagai tanda pelajaran telah usai. Banyak siswa yang mulai
meninggalkan sekolahnya dan pulang ke rumah. Namun ada juga sebagian siswa yang
masih berada di kelas. Mereka sedang belajar kelompok, membersihkan kelas dan
lain-lain. Semuanya sibuk dengan aktivitas-aktivitasnya masing-masing.
Endah dan Dita segera
mengemasi peralatan sekolahnya dan dimasukkan ke dalam tas. Dita minta izin
bahwa dia ingin pergi ke toilet. Segera dia berlari ke toilet terdekat. Endah
yang sedang mengemasi barang-barang di lokernya, tiba-tiba dia menemukan
sesuatu yang berbetuk persegi dengan warna merah jambu. Itulah surat cinta dari
seseorang yang tidak diketahui oleh Endah sendiri. Dalam benaknya Endah selalu
berpikir siapa sebenarnya yang mengirim surat itu.
Endah yang tidak mau
tahu tentang surat itu, dia segera menaruh ke tas temannya yang bernama
Melinda. Untung Melindanya sedang pergi sebentar sama temannya karena ada
keperluan sebentar yang harus diselesaikannya. Endah menemukan tas Melinda dan
menaruh surat berwarna merah jambu itu ke dalam tasnya tanpa sepengetahuan
teman-temannya yang ada di dalam kelas tersebut. Beres. Endah segera mengemas
kembali peralatan sekolah dan buku-bukunya yang tidak begitu banyak ke tasnya.
Baru beberapa menit, Melinda sudah kembali ke kelasnya dan mulai mengemas
buku-bukunya ke dalam tasnya yang bergambarkan beruang Teddy Bear berwarna cokelat. Maklum pada waktu itu, beruang Teddy Bear sedang tenar-tenarnya bagi
anak-anak SD terutama di SD Negeri 5 Panjer, Kebumen.
Melinda kaget bukan
main. Di dalam tasnya, dia menemukan sepucuk surat yang tidak begitu besar
berada di dalam tasnya. Siapakah gerangannya yang menaruh surat itu ke dalam
tasnya? Pertanyaan itu memutar keras di pikiran Melinda. Akhirnya dengan
percaya dirinya yang tebal itu, dia mengungkapkan apa yang barusan dia temukan
ke teman-temannya. Sungguh tidak malu. Padahal itu berupa surat yang berwarna
merah jambu.
“Hey teman-teman, ada
yang tahu tidak ini surat milik siapa? Atau siapa dari kalian yang manaruh
surat ini ke dalam tasku?” tanyanya dengan keras dan menunjukkan surat yang
berwarna merah jambu itu ke teman-teman
yang ada di dalam kelas mereka.
“Aku tidak tahu tuh.
Memangnya kapan kamu menemukan surat itu di tasmu?” jawab salah seorang
temannya, Lucia, teman sebangku Melinda.
“Baru saja aku temukan
ini di dalam tasku. Sebelum aku keluar sebentar karena ada urusan, di dalam
tasku tidak ada suratnya lho, tapi setelah aku balik, eh ada surat warnanya
merah jambu pula, tegasnya dengan yakin.
“Cie… cie… surat cinta
itu kali, hahaha”, kata Endah yang pura-pura tidak tahu.
“Apa-apaan kamu sih?
Mana aku tahu kalau surat ini merupakan surat cinta. Belum aku buka sama
sekali”, tegas Melinda ke Endah.
“Hahahha percaya sama
aku aja deh, pasti ada cowok yang suka sama kamu. Buktinya itu ngirim surat
buat kamu”.
“Enggak ih. Kamu jangan
ngarang deh ya. Ih sebel aku sama orang yang ngirim surat ini ke aku”.
Melinda yang tak kuat
menahan emosinya gara-gara surat itu, akhirnya dia meremas-remas suratnya dan
mambuangnya ke tempat sampah. Kemudian mengambil tasnya dan meninggalkan kelas.
Pulang.
****
Endah segera mengambil
sepedanya di parkiran sendirian. Kali ini Endah pulang sendiri tanpa Dita yang
biasanya menemaninya. Kebetulan Dita tadi setelah kejadian surat merah jambu
itu, Dita dipanggil oleh gurunya untuk mengikuti bimbingan lomba nyanyi tunggal
tingkat kabupaten. Endah dengan sedikit malas mulai mengayuh sepedanya pulang
ke rumahnya.
Setelah berjalan sekitar
10 menit, terlihat oleh Endah di belakangnya seorang cowok yang bernama Dimas
agak jauh sedang mengejar-ngejarnya. Endah segera mengayuh sepedanya dengan
lebih kiuat dari sebelumnya. Seperti kuda yang sedang berpacu di pantai Ambal
yang ramai pada waktu liburan paska lebaran. Dimas yang tak mau kalah juga
mengebut bahkan lebih cepat dari kuda yang seang berpacu. Dimas juga berteriak
ke arah Endah dengan cukup keras.
“Endah… Endah… pelanin
sepedamu dong, aku mau bicara sebentar sama kamu. Ada perlu yang ingin aku
sampaikan,” teriak Dimas agak keras.
Endah mendengarnya namun
tetap saja cuek dan tetap mengayuh sepedanya. Endah tidak mau tahu apa yang
Dimas ingin katakan padanya.
Dengan sangat kencang
Dimas mengayuh sepedanya, kahirnya Dimas tepat berada di samping Endah. Dimas
kemudian mengayuh lebih cepat sedikit dan di belokkan ke arah depannya sepeda
Endah. Secara otomatis Endah mengerem sepedanya dengan kuat-kuat atau Endah
menabrak Dimas yang ada di depannya.
“Kamu aku panggil malah
nggak berhenti”, ucap Dimas ke Endah dengan nada kesal.
“Terus aku suruh
ngapain?”, kata Endah dengan sinisnya.
“Jangan gitu dong. Aku
Cuma sebentar pengen ngobrol sama kamu tentang surat itu”.
“Oh jadi surat itu dari
kamu ya? Kenapa tadi nggak ngaku pas Melinda Tanya surat itu dari siapa?”.
“Ya nggak mau lah. Kalau
kamu yang tanya atau gimana baru aku mau njawab”.
Endah semakin kesal
kepada Dimas. Endah ingin segera pulang dan tidur. Tapi beberapa kali Endah
mencoba, Dimas selalu saja menghalangi jalannya.
“Mau kamu apa sih? Aku
mau pulang nih. Uda sore, ntar aku dimarahin sama ibuku”, kata Endah dengan
sedikit marah.
“Ya bentar dulu lah, aku
tanya kamunya cuek”.
Endah yang sudah tidak
kuat menahan amarahnya kepada Dimas, melemparkan salah satu sepatunya kea rah
Dimas. Kemudian Endah dengan nekat berlari ke suatu pekarangan yang tidak jauh
dari tempat itu dengan tujuan melarikan diri dari cengkeramannya Dimas. Dimas masih
saja mengejar Endah seolah-seolah takut kehilangan Endah. Setelah beberapa
puluh meter dan sudah di pekarangan yang agak kotor namun berumput, Endah
tiba-tiba menjerit dengan kerasnya. Ada sesuatu yang menancap di kakinya saat
berlari. Sesuatu yang mudah menancap di kaki. Sesuatu yang keras meruncing.
Sesuatu yang bening. Merupakan bekas pecahan gelas. Ya itulah pecahan kaca dari
gelas yang menancap cukup dalam di kaki Endah. Darah merah kental segera
mengalir darinya dengan deras. Kakinya endah berdarah. Endah menangis
tersedu-sedu menahan sakit. Endah tidak bisa berbuat apa-apa. Hening
terhapuskan oleh suara tangisan Endah.
Dimas yang berada di lokasi tersebut hanya dia saja
melihat Endah yang sedang kesakitan menahan pecahan kaca yang menancap di kaki
Endah. Dimas seperti patung Liberty yang
hanya berdiri tegak tanpa bergerak sedikit pun. Dimas tidak mempedulikan Endah
yang seharusnya membutuhkan bantuan namun Dimas hanya diam saja. Dimas
membiarkan Endah yang sedang kesakitan, padahal Dimas sangat menyukainya. Ini
semacam cara apa? Seorang Dimas yang di depannya adalah orang yang begitu
disukainya tetpai Dimas tidak melakukan hal apa pun. Kejam. Memalukan. Musnah
lah kau Dimas! Seorang laki-laki yang tidak tahu diri.
Karena tidak begitu kuat
menghadapi sesuatu yang sedang dialaminya itu, Dimas lebih memilih meninggalkan
Endah menahan rasa sakitnya pada kaki yang tertancap pecahan kaca. Endah hanya
terdiam saja menangis dan tidak memandang apa pun apalagi Dimas.
Tak lama kemudian
setelah Dimas berlalu begitu saja datanglag seorang penduduk sekitar yang
menghampiri bocah cilik itu setelah Ibu itu mendengarkan suara tangisan anak
perempuan yang tak lain adalah Endah yang sedang menahan sakitnya di kaki.
Tersebutlah Bu Iyem yang segera menolong Endah.
“Kamu kenapa nak? Kakimu
berdarah itu”, paniknya Bu Iyem kepada anak perempuan tersebut.
Namun Endah hanya diam
saja. Bahkan tangisannya justru lebih keras dari sebelumnya. Bu Iyem segera
menenangkan anak perempuan tersebut. Hingga akhirnya tiba-tiba Endah berkata,
“Kakiku tertancap pecahan kaca Bu tadi pas lagi lari di sekitar sini”, ujarnya
dengan suara yang tersendat-sendat.
“Oh kok Cuma sendirian
nak? Mana teman-teman kamu?”.
“Tadi aku dikejar sama
anak laki-laki yang tidak tahu mau ngapain aku. Terus di sini kakiku tertancap
pecahan kaca. Sakit sekali Bu”, kata Endar dalam tangisannya sambil menahan
rasa sakitnya.
“Ya sudah mari Ibu bantu kamu berdiri ke rumah Ibu”.
Kemudian Endah dipapang
oleh Ibu Iyem dibawa kerumahnya untuk diobati pada kakinya. Sesampainya di
rumah, kaki Endah segera dibersihkan dengan air bersih setelah diambil airnya
di sumur. Selanjutnya kaki Endah dibalut dengan perban putih. Rasa sakit pada
kaki Endah sudah mulai berkurang, namun Endah masih merasakan sedikit
pegal-pegal pada kaklinya.
“Ngomong-ngomong, nama
kamu siapa nak?”, tanya Bu Iyem kepada Endah.
“Namaku Endah Bu”.
“Rumah kamu di mana nak
Endah, biar nanti Ibu antar ke rumahmu”.
“Rumahku di Panjer yang
dekat dengan stasiun kereta api. Hmm iya Bu terima kasih saja buat
penawarannya. Sekarang kaki Endah uda mendingan kok. Sepeda Endah juga cuma di
situ, jadi biar nanti saya pulang sendiri dan membawa pulang sepedanya”.
“kalau begitu, mari
makan dulu nak. Kamu pasti lapar, bukan?” ajak Bu Iyem ke Endah.
“Hehe Ibu ini baik
banget ya. Terima kasih saja Bu. Lagian ini ya sudah sore. Nanti Ibuku marah
aku pulang kesorean. Jadi, sekalian saya minta pamit mau pulang Bu. Terima
kasih buat kebaikan Ibu yang Ibu lakukan kepada saya tadi”.
“Iya nak, sama-sama.
Hati-hati ya nak. Salam buat orang tuamu”.
“Oke Ibu,
assalamualaikum..”.
“Wangalaikumsalam”.
Endah segera mengambil
sepedanya di pekarangan kemudian diayuhnya sepeda dengan pelan-pelan.
****
Sang Ibunya Endah tampak
khawatir. Sudah jam 17.00 WIB putrinya belum kunjung pulang. Ibunya sering
melihat-lihat sekitarnya barang kali Endah, anakna sudah kelihatan. Namun
hasilnya nihil. Yang tampak hanyalah orang yang berlalu lalang saja pulang dan pergi.
Karena sudah capek sedari tadi menuggu, beliau kemudian duduk di depan rumahnya
dan berharap anaknya itu segera pulang.
Beberapa saat kemudian,
tampak seorang perempuan yang masih kecil masuk ke halaman rumah beliau.
Ternyata dia adalah Endah, anaknya yang sudah dinanti-nanti menuggu pulang
sekolah. Sang Ibu juga terlihat kaget ketika melihat kaki kirinya berbalutkan
perban. Dia sangat khawatir dan segera menanyakannya kepada anaknya itu.
“Kamu kenapa sayang?
Kakimu itu kok diperban?”, tanyanya karena kaget melihat anaknya itu.
“Anu tadi Bu, kakiku
tertancap pecahan kaca di pekarangan dekat rumahnya Bu Iyem. Bu Iyem lah yang
telah menolong Endah tadi Bu”, jelasnya kepada Ibunya.
“Lho kok bisa begitu
sayang? Siapa yang melakukan itu ke kamu nak?”.
“Ceritanya ntar aja deh
Bu, aku capek banget. Kakiku masih pegal-pegal Bu”.
“Ya sudah sekarang mandi
dulu, terus makan. Kamu lapar bukan? Makanannya sudah Ibu sediakan di meja”.
“Iya iya Bu. Makasih
yaa”, ucapnya sambil memeluk Ibunya. Kemudian Endah masuk ke dalam rumah.
Sementara Ibu akan menyapu halaman rumahnya yang agak kotor karena banyak
daun-daun yang jatuh.
Malamnya Endah segera
bercerita panjang mengenai kejadian tadi siang. Endah terlihat bersemangat
bercerita hingga jam menunjukkan pukul 23.00 WIB. Semua anggota keluarganya
juga sudah mulai mengantuk. Akhirnya semuanya ke kamar masing-masing dan tidur.
Hari ini adalah hari
Minggu. Hari yang menyenangkan bagi semua orang karena terlepas dari
beban-beban yang biasa ditanggungnya seperti libur sekolah dan kerja bagi para
pegawai. Kali ini Endah bangun telat dan tak seperti biasanya. Jam menunjukkan
pukul 08.00 pagi. Pada jam itulah Endah baru bangun dari tidurnya. Ada yang
salah dari salah satu anggota badan Endah ketika bangun tidur. Anggota badan
itu sulit digerakkan. Rasanya sangat sakit. Kaki Endah yang ternyata bertambah
parah. Kini kakinya membesar berwarna abu-abu kemerahan. Besarnya sebesar bola
golf. Dilihat dari bentuknya seakan-akan mau pecah padahal baru beberapa hari.
Mungkin benar, karena di dalam kakinya masih ada pecahan kaca yang menusuk
kulitnya dan belum dibuang. Sehingga terjadi iritasi pada kakinya Endah. Endah
sangat takut. Endah menangis dengan kerasnya. Kedua orang tuanya mendengar
tangisan anaknya itu dan segera menuju ke kamar Endah memastikan kondisinya
baik-baik saja. Kedua orang tua Endah justru sangat panik dan takut kalau
anaknya nanti terjadi apa-apa.
“Kaki kamu kenapa
sayang? Itu kakimu membesar. Ibu takut kalau nanti bakal terjadi apa-apa dengan
kamu”, kata Ibunya yang tampak khawatir.
“Aku tidak tahu Bu. Baru
bangun tidur tiba-tiba aku merasakan sakit pada kakiku”, ucapnya dengan
tangisan.
“Ya sudah biar Bapak
panggilkan Dokter suruh ngecek keadaanmu sekarang”, kata Bapaknya Endah sambil
berlari mengambil ponselnya dan menelpon Dokter agar datang ke rumahnya untuk
merawat anaknya itu.
“Bapak sudah panggil Dokter.
Sebentar lagi dia datang. Jadi kamu jangan khawatir. Semuanya bakal baik-baik
saja”, sang Bapakm menenangkan keadaan yang menyemaskan itu.
Beberapa saat kemudian Dokter
yang dipanggilnya itu telah datang. Kemudian dokter segera mengecek keadaan
Endah pada kakinya.
“Kaki anak Ibu ini telah
mengalami infeksi pada bagian dalam kakinya di area sekitar luka. Kalau tidak
ditangani secara medis, kemungkinan bisa menjalar ke bagian lainnya dan
berpotensi bisa melumpuhkan kaki”, jelasnya Dokter kepada mereka setelah
memeriksa keadaannya.
“Hah, yang benar saja Dok?
Jadi apa yang harus kami lakukan Dok? Kami sanggup mau membayar berapapun uang
tapi yang penting tolong selamatkan anak saya!”, Ibu memohon dengan memelas
kepa Dokter.
“Lebih baik sekarang
anak Ibu dibawa ke rumah sakit agar mendapatkan perawatan yang intensif. Dan
nantinya kami bisa mngoperasi kaki anak Ibu yang terinfeksi”, kata Dokter
dengan tenangnya.
“Kalau begitu baiklah
Dok. Terima kasih. Sekarang akan kami bawa ke rumah sakit”, ucap Bapaknya
dengan sabar.
Segera Endah dibawa ke
rumah sakit Palang Biru Gombong dengan mobil milik Pak Dokter. Dikendarainya
dengan hati-hati. Setelah setengah jam berada di dalam mobil, telah tiba di
depan RS PKU Gombong. Endah diturunkan dipapah oleh Bapaknya. Sang Dokter tadi
menunjukkan ruang untuk perawatan Endah. Dan kemudian berkata kepada Bapaknya
Endah, “anak Bapak akan kami operasi nanti pada pukul 2 siang. Sekarang anak
Bapak rilekskan dulu badannya. Tahan rasa sakitnya sebentar. Nanti saya akan
suntikkan cairan pengurang rasa sakit pada kaki anak Bapak”.
“Baiklah Dok. Terserah
Dokter yang penting anak saya harus baik-baik saja”.
Dokter meninggalkan
ruangannya dan mengambil cairan tersebut. Kemudian disuntikkan pada pahanya.
Sakit sekali. Sebuah jarum suntik membayanginya lagi. Dulu terakhir disuntik
pada kelas 1 SD untuk pencegahan polio. Kini Endah sudah tidak merasakan
sakitnya seperti tadi pada awalnya. Rasa sakitnya sudah berkurang. Kini Endah
memikirkan bagaimana rasanya kakinya dioperasi. Sungguh keadaan yang
mengharuskan dia melakukannya demi kesehatan kakinya itu.
Jam sudah menunjukkan
pukul 2 siang. Berarti sebentar lagi kaki Endah akan dioperasi untuk
menghilangkan pecahan kaca yang menancap di kakinya agar tidak tambah
membengkak. Endah dibawa ke ruang khusus untuk operasi. Kaki Endah diberi
semacam semprotan untuk mengurangi rasa sakitnya nanti ketika sedang dioperasi.
Semprotan sudah di semprotkan ke kakinya. Peralatan operasi sudah disiapkan.
Mulailah para Dokter mengoperasi kaki Endah.
Sementara Bapaknya
menunggu sampai proses pengoperasian berhasil. Ketika sedang getar-getirnya menuggu
hasilnya, ponsel Bapakny Endah berbunyi tanda ada orang yang menelponnya yang
ternyata adalah istrinya.
“Assalamualaikum Pak”,
salam dari istrinya di telepon.
“Ya wangalaikumsalam”.
“Gimana anak kita Pak?
Endah baik-baik saja kan Pak? Aku khawatir sekali sama anak kita”.
“Endah sedang dioperasi
Bu. Doakan saja semoga nanti operasinya berjalan dengan lancar”.
“Iya iya Pak. Aku akan
selalu berdoa untuk kesembuhan anak kita tercinta”.
“Baguslah kalau begitu.
Ibu jangan khawatir ya, anak kita pasti akan sembuh nanti dan operasinya
berjalan dengan lancar”.
“Hmmm iya Pak. Nanti
kabari Ibu ya Pak kalau proses operasinya sudah selesai”.
“Iya Ibu.
Assalamualaikum”.
“Wangalaikumsalam”,
Ibunya Endah menutup percakapan lewat telepon dengan Bapaknya.
Sejam kemudian, proses
operasi sudah selesai dilakuan. Operasi berjalan dengan lancar. Pecahan kaca
yang ada di kaki Endah sudah hilang.
“Gimana Dok dengan anak
saya?”, tanya Bapaknya Endah kepada Dokter.
“Puji syukur, proses
operasi telah berjalan dengan lancar. Pecahan kaca juga sudah kami bersihkan.
Kemungkinan seminggu ke depan, anak Anda sudah sembuh dan bisa berjalan
kembali”, jelas Dokter kepada laki-laki paruh baya.
“Alhamdullah. Lalu,
kapan anak saya bisa dibaa pulang Dok?”.
“Hari ini sudah bisa pulang.
Tetapi tunggu beberapa jam kemudian sampai anak Bapak benar-benar bisa nyaman.
“Oke Dok. Terima kasih
banyak buat pertolongannya”.
“Oh ya, Bapak juga sudah
bisa menemui anak Bapak di dalam. Terima kasih”, Dokter meninggalkan Bapak itu
dan Bapaknya Endah masuk ke ruang di mana Endah sedang memulihkan tenaganya.
“Gimana nak? Kamu
baik-baik saja kan?”, tanyanya Bapak dengan lembut.
“Iya Pak. Endah tidak
apa-apa. Endah hanya capek tadi pas lagi dioperasi.”
Bapak segera member tahu
kepada istrinya bahwa proses ioperasi sudah selesai dan berjalan dengan lancar.
****
Dua minggu kemudian,
Endah sudah benar-benar sembuh total dari luka pada kakinya yang menimpanya
dulu. Kini Endah bia bersekolah kembali dan bertemu dengan teman-temannya di
kelas nanti. Endah bisa bermain dengan leluasanya sebagaimana teman-temannya.
Hari ini Endah masuk
sekolah kembali setelah vakum beberapa minggu tidak masuk sekolah lagi.
Teman-temannya mengucapkan selamat atas Endah karena sudah bisa berangkat
sekolah lagi. Berbeda denagn Dimas, dia justru tersipu malu ketika melihat
Endah. Endah yang melihat Dimas sepertinya masih menaruh benci mengingat dulu
saat Endah tertancap pecahan kaca dan Dimas tidak membantunya sama sekali. Endah
bersikap cuek kepada Dimas.
****
7 tahun telah berjalan
begitu cepat. Hari-hari yang indah maupun suram juga dilaluinya dengan gembira.
Kini Endah sudah menginjak kakinya pada kelas X sma. Perilaku Endah kepada
Dimas masih seperti 7 tahun yang lalu, tetap cuek. Padahal saat remaja ini,
Dimas berusaha mendekatinya lagi. Namun apakah Endah mau dengan laki-laki yang
tidak tahu diri, yang telah membawa Endah ke ruangan yang serba putih dan
berceceran cairan merah? Jelas tidak demikian. Apa pun usaha yang dilakukan
oleh Dimas, Endah tetap saja tidak mau. Endah hanya mau pada sebatas teman saja
dan tak lebih. Endah akan melalui hari-hari yang indah dalam masa putih
abu-abu. Akan banyak kejadian yang lebih menarik di masa sma-nya kini.
Endah telah menjadi
remaja yang belia yang banyak disukai oleh teman-temannya. Hari yang indah yang
takkan terulang kembali. Maka Endah harus bersiap-siap menerima kejutan di masa
putih abu-abunya. Keep smile J
@#$%#^*&*%$#@%